Globel Wooble

Thursday, June 17, 2021

A Note of My 25th Years

 If I'm lucky enough, I would be 25 this November 2021. What have I achieved in these past years?

Ketika membaca materi tentang kesehatan mental di salah satu agenda MOOC, ada point yang menarik tentang how to control emotion and myself. Hal ini cukup mengganggu dan membawa pikiranku bertamasya selama perjalanan pulang dari kantor. How I control my emotion? How I controlled my emotion lately?

Pikiranku membawa ku mengingat bagaimana aku sekarang, tahun lalu, 5 tahun lalu, 10 tahun lalu, hingga 20 tahun lalu. I don't remember at most detail bc the way back to my (boarding) house is not that long. So I decided to make the details here. 

Aku masih mengingat bagaimana bapak ku bekerja di Jakarta, aku sekolah di Temon, dan ibuku, yang bolak-balik Jakarta-Temon yang pulang kadang 3 bulan sekali, kadang 6 bulan sekali, dan kadang hanya pulang ketika lebaran. It's been a while, since I was in the kindergarten until I was on 5th grade in elementary school. I remembered how I held my tears whenever my mom went to Jakarta again, and heavily crying after my mom left. I will cried a whole night, sometimes I wont go to school the next day.

-------------

Di SD, I was not trying so hard. Not trying to be beautiful, or smart, or having things. Aku tidak tertarik membeli baju-baju lucu, pake kuciran warna-warni, ataupun beli rautan pensil yang diputer-puter. My friends (and their moms, actually), selalu bilang betapa item dan kurusnya aku (and I never considered it as bullying). But really, I never care. Because even I'm trying -to looks better-, things won't change, and I don't even have a privillege to do it. Since I don't have my mom defended me, dan kasihan simbahku juga nek jejalukan ku akeh. Untungnya, my brain is not that bad, and must I say, she is my life savior at that time -even until now-. Tapi secara mental, umur SD adalah masa terbebas-dimana aku merasa menjadi diri sendiri. Menjalani banyak hal dengan senang hati, tidak terlalu pekok, dan tidak terlalu woles. Ambis pada kadar yang sangat seimbang. Hahaha. 



A-super-confident of me (and a moment that changed me entirely)

-------------

Di SMP, aku yang masih anak bawang, baru kelar urusan ospek, memberanikan diri ndaftar jadi ketua OSIS. Gaya banget emang kalo dipikir-pikir. Tapi aku (pada waktu itu), berpikir bahwa I may not go into the best school (pada waktu itu abis nolak full beasiswa nya SMP Kesatuan Bangsa, dan I can't even afford to go to SMP N 1 Wates), so I must gain something in here. Mungkin terdengar dramatis, tapi beneran, ciyusan, dulu mikir gitu. Terlepas dulu udah kenal having a crush in very early age xD Tahun pertama bisa kepilih jadi wakil ketua OSIS, dan jadi ketua di tahun selanjutnya. 

Pelantikan Wakil Ketua OSIS

I remember I tried so much harder. Di SMP, keliatan banget gimana orang nge-treat orang lain based on their faces. Semakin cantik kamu, semakin gampang terkenal dan dapet free access info sekaligus temen yang banyak -termasuk temen dari kakak kelas-. 

Pentas tari angguk di Dinas Pendidikan

Jadilah aku yang sangat idealis dan keras, ambis to the max, karna kalo nggak gitu ya no one will hear meNo one want to be my friendEven my current best friend, was hating me first in the 1st year. Hahaha. Di SMP, I've tried everything. Osis, seni tari, olimpiade, dewan ambalan, jambore, tonti, dll. Aku menjadi orang  yang sangat ekstrovert, menyukai spotlight, banyak menghabiskan waktu dengan teman-teman, dan menumbuhkan rasa -takut- sendirian. Dan juga jadi orang yang sangat emosional. Sering banget aku marah ke ibu kalau disuruh sesuatu, atau membalas bapak yang marah membentak.


Hiking ke Gunung Jeruk pas jadi DA

Sebuah olimpiade sains sepertinya (?)


Jambore Nasional di Palembang

Tonti tahun kapan, entahlah -_-
-------------

Di SMA, aku menjadi 160 derajat berbalik. Apa yang aku lakukan di SMP, ku lakukan kebalikannya di SMA. Hahaha. 20 derajatnya yang tetap sama adalah masih cukup ikut organisasi (pecinta alam dan pramuka). Itu bahkan kulakukan full selama 2 tahun, sampai lulus. Selebihnya, aku jadi suka sendirian. Ketemu orang membuatku merasa terkuras energinya. Jarang banget nongkrong di kantin (yang banyak kulakukan selama SMP), nggak banyak kenalan temen seangkatan, dan nggak suka belajar. All I remember is how tired it was to daily doing early exercise and come home the latest. Capek banget belajar keseret-seret, tiap 4 bulan ujian. Benci banget sama matematika (jujur faktor guru jadi 95% alasan). Gak suka main, gak suka jadi spotlight, dan mulai skincare-an. Karna ya hukum "siapa cantik, dia selalu selangkah di depan" udah jadi concern yang banget-banget ngeganggu aku. Aku jadi penakut, nggak suka presentasi, nggak suka ngomong di depan orang.



Masih bisa ikut tonti walaupun aksel :")

Highschool was too hard on meBut it taught me how to control my emotion, taking care my ambition, and caring to myself the most. Aku nggak inget kapan terakhir aku berantem dengan orang tuaku setelah SMA. Aku bertransformasi menjadi -berbasa krama- ke semua orang yang lebih tua. And at some points, I was proud of myself. I think I became a better humanbeing,

Mulai agak glow up lah ya

-------------

Setelah kuliah, aku lebih banyak ber-experiment dengan berbagai situasi. Awal kuliah nyoba jadi ambis banget sampe IP 4. Tapi juga nyoba jadi males bgt sampe IP dibawah 3. Nyoba yg organisasi banget, sampe yang kupu-kupu banget. Aku banyak melihat karakter orang, banyak dari temenku yang sangat baik menghadapi masalah tertentu. Kadang ketika aku menemui masa sulit, aku akan berpikir "Kalau misal si A yang dihadapkan pada situasi ini, dia bakal gimana ya?".

-------------

Ages ago, seseorang pernah bilang ke aku pas ulangtahunku yang entah ke berapa. Dia berkata "Semoga semakin dewasa" di salah satu bait doanya. Waktu itu aku hanya menganggapnya sebagai template doa ulang tahun yang sangat umum. Tapi belakangan aku merefleksikan, mungkin dia berkata begitu karena aku memang childish di matanya saat itu (yang mungkin juga di mata banyak orang lainnya). Setelahnya aku melihat diriku yang lalu, dan menyadari bagaimana aku selalu berpikir untuk memenangkan sebuah konversasi. Aku tidak pernah memikirkan bagaimana orang lain mendengar perkataanku, yang aku pedulikan adalah bagaimana aku memenangkan kata-kataku. Terkadang ketika aku sedang sakit hati, tidak jarang mengatakan hal-hal yang menyakitkan orang lain menjadi "penawar" yang membuatku merasa lebih baik. Sekarang, aku pikir lagi, kenapa harus menyakiti orang untuk merasa lebih baik? Apa untungnya? Toh rasa lebih baik itu hanya sesaat, dan luka yang dirasakan orang yang disakiti mungkin tidak akan pernah hilang. Preserve and keep our mental health, can be chosen in the way that doesn't hurt the other. Besides, I can choose to just focus on people who love me, and forgive-forget whoever that hurt me.

-------------

Aku mungkin belum menjadi versi terbaik dari diriku. Aku juga masih banyak belajar setiap hari. But I'm willing to do it. Selain itu, aku memiliki cukup orang di sekitarku yang menjadi pondasi, nglambari ketika aku jatuh sejatuh-jatuhnya, dan naleni ketika aku terbang setinggi-tingginya. Dan yang paling penting, aku harus percaya pada diriku sendiri, untuk selalu kuat, apapun cobaan dan ujian yang Allah berikan ke depan. 

I hope everyone that had been hurt by me in the past will be healed and have their best life now.




No comments:

Post a Comment

A Note of My 25th Years

 If I'm lucky enough, I would be 25 this November 2021. What have I achieved in these past years? Ketika membaca materi tentang kesehata...